BALIKPAPAN ,NMK - Amerika Serikat memiliki keinginan kuat untuk keluar dari Perjanjian Paris mengenai perubahan iklim. Hal tersebut menempatkan pemerintah sub-nasional sebagai peluang harapan terbesar untuk berperan aktif. Salah satu platform pemerintahan sub-nasional yang dapat diandalkan adalah Satuan Tugas Gubernur untuk Hutan dan Iklim (Governors' Climate Change and Forests Task Force atau GCF).
Saat KTT G20 di Hamburg GCF beranggotakan para Gubernur yang berasal dari 35 Provinsi dan Negara Bagian yang tersebar di seluruh Dunia.
Tahun ini GFC akan mendatangkan anggotanya yang berasal dari seluruh dunia untuk datang berkumpul dalam Pertemuan Tahunan Satuan Tugas Gubernur untuk Iklim dan Hutan yang akan dilaksanakan di Hotel Novotel, Balikpapan, Kalimantan Timur, pada (25-29/9/2017).
Gubernur Kalimantan Timur Awang Faroek Ishak, sebagai Ketua GCF tahun ini bersama dengan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar, dan Koordinator Nasional GCF Institut Penelitian Inovasi Bumi (INOBU) akan membuka Pertemuan pada hari Kamis, (27/9/2017).
Perwakilan dari Kementerian Iklim dan Lingkungan Norwegia, perwakilan dari perusahaan konsumen internasional dan lebih dari belasan Gubernur dari Indonesia, Brazil, Peru, Nigeria, dan Pantai Gading akan berpartisipasi dalam Pertemuan ini.
Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Nur Masripatin, dan Ketua Dewan Pengarah Pengendalian Perubahan Iklim, Sarwono Kusumaatmaja, juga akan bergabung bersama Gubernur-Gubernur GCF.
Dalam pertemuan selama satu pekan itu akan fokus membahas mengenai strategi-strategi untuk mengurangi deforestrasi tropis serta mendorong pembangunan rendah emisi.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa langkah menghentikan deforestasi tropis dan memulihkan lanskap yang telah rusak merupakan kunci untuk memerangi perubahan iklim serta menggantikansampai sepertiga dari emisi gas kaca global.
Dalam pertemuan ini nantinya para Gubernur anggota GCF diharapkan dapat menghasilkan pernyataan yang kuat dan terpadu melalui Balikpapan Statement. Pernyataan tersebut menguraikan sebuah peta jalan aksi nyata dari regional ke naional dan global untuk menghambat laju deforestasi, mendorong pembangunan berkelanjutan dan mengatasi perubahan iklim.
William Boyd selaku Project Lead GCF menyoroti bahwa Perjanjian Paris telah mengakui bahwa dunia kita saat ini bergerak dalam situasi bottom-up ketika membahas perubahan iklim.
"Telah diterima secara luas bahwa pemerintahan sub-nasional saat ini dipandang sebagai aktor penting dalam membangun dan mengimplementasikan agenda kebijakan iklim yang telah disepakati di tingkat global. Inisiatif iklim lainnya yang penting telah dipromosikan oleh sektor swasta, masyarakat sipil, adat, dan komunitas lokal sudah mulai dibentuk.
Tantangannya adalah untuk membangun kerangka kerja yang bisa memotivasi, mendukung, menghubungkan, dan membesarkan upaya-upaya ini," ungkapnya.
Para Gubernur anggota GCF sendiri merupakan pemimpin daerah yang menguasai sekitar sepertiga hutan dunia.
Nantinya pada pertemuan di Balikpapan ini para Gubernur akan memperlihatkan strategi masing-masing bagi pemimpin dalam mengatasi perubahan iklim sub-nasional. Sebagai contoh, Gubernur Tião Viana dari Acre, Brazil, akan membahas bagaimana Acre sebagai negara bagian telah mengurangi sampai setengah rata-rata angka deforestasinya dalam sepuluh tahun terakhir.
Tak hanya itu pada saat yang bersamaan Acre dapat menggerakkan pertumbuhan ekonomi yang inklusif untuk rakyatnya.
Diharapkan anggota GCF lainnya juga akan membahas mengenai keterlibatan mereka di proses global. Seperti Memorandum Under 2 yang dipimpin oleh California, dimana negara bagian dan provinsi berkomitmen konkrit terhadap target pengurangan emisi gas rumah kaca.
Nantinya Gubernur GCF akan mengggerakan pendekatan kolaboratif untuk memperbaiki tata kelola pemerintahan terkait hutan di seluruh negara bagian dan provinsi. Sekaligus membahas mengenai pentingnya kemitraan yang mendorong rantai pasok berkeberlanjutan dan bagaimana cara untuk langsung melibatkan masyarakat adat dan komunitas lokal dalam strategi pembangunan rendah emisi.
Dalam Balikpapan statement secara garis besar akan menggabungkan pesan-pesan diatas melalui tiga agenda utama. Agenda pertama adalah mengidentifikasi cara bagaimana yurisdiksi menghasilkan komoditas pertanian secara berkelanjutan melalui kerja sama dengan konsumen agar mengurangi deforestasi.
Kedua adalah perlindungan hak-hak masyarakat adat dan pada saat yang sama meningkatkan kesejahteraan mereka khususnya yang tinggal di wilayah negara bagian dan provinsi anggota GCF.
Terakhir adalah mencari cara untuk menjamin bahwa anggota GCF bisa meraih pendanaan yang diperlukan untuk mengurangi deforestasi, mendukung pembangunan rendah emisi, dan melindungi hak-hak masyarakat adat.
Bernardinus Steni, Badan Sekretaris Pengurus INOBU menyatakan optimis dengan anggota GCF dalam memerangi perubahan iklim.
"Melalui kepemimpinan gubernur-gubernur dari Latin Amerika, Afrika, dan Indonesia, kita telah memandang dengan optimis pembentukan inisiatif global baru yang berani untuk memerangi perubahan iklim dengan cara melindungi hutan dan hak-hak dan kesejahteraan orang-orang yang bergantung kepadanya," ujarnya. (na)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar