.do-not-copy { -webkit-user-select:none; -khtml-user-select:none; -moz-user-select:none; -ms-user-select:none; user-select:none; }

Minggu, 29 September 2019

BPJS Ketenagakerjaan Balikpapan Memotivasi Driver Online Maxim Jadi Peserta Program Jaminannya


Salah seorang staf Bagian Kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan Balikpapan  saat memberikan secara simbolis kartu anggota peserta atas nama Amad Slamet kepada Head of Subdivision Maxim Balikpapan Rezal Bachdar pada Family Gathering Maxim Balikpapan di Mall Balikpapan, Minggu sore (28/9). Foto : Naim
Balikpapan, NMK - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan  Balikpapan kembali memotivasi  para driver online. Kali ini Maxim yang merupakan pendatang baru di dunia bisnis jasa angkutan  online di kota minyak ini, menjadi garapan pasarnya agar para driver itu mau mendaftarkan diri untuk menjadi peserta lembaga penjamin milik pemerintah tersebut. 

Pendekatan BPJS Ketenagakerjaan ini, nampak terlihat saat ikut menjadi sponsor sebagai bagian dari mitra kerjanya dalam Family Gathering Maxim di depan kantornya di Mall Balikpapan Baru, Ruko A5, Damai Baru, Balikpapan Selatan. Minggu sore (28/9).


Luki Agustin    Foto : Naim
Account Reoresentative Khusus (ARK) mewakili Kepala Bagian  Kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan Balikpapan Luki Agustin mengatakan pekerja Maxim ini juga memiliki resiko yang wajib menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan sebagaimana diamanatkan pemetintah melalui UU No. 4/2012.

"Untuk Maxim kan ruang lingkup pekerjaannya sangat luas dan resikonya di lapangan sangat tinggi", ungkap Luki kepada media di sela-sela Family Gathering Maxim tersebut. 

Oleh karena itu,  lanjutnnya BPJS Ketenagakerjaan mensuport atau mendukung kegitan mereka dan berharap seluruh driver Maxim,  baik motor maupun mobil agar terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan untuk dicover atau ditanggung program kerja lembaganya.

Lebih jauh, Luki menjelaskan untuk program kerjanya itu,  sangat ekonomis yakni sebesar Rp16.800/bulan." Ini meliputi biaya Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK)  dan Jaminan Kenatian (JK)", urai Luki. 

Luki menjelaskan lagi,  bahwa apabila ada driver Maxim yang mengalami kecelakaan kerja di jalanan, maka pihaknya akan menanggung biaya rumah sakit baik itu pengobatan ataupun santunannya. "Ini dimaksudkan untuk yang mengalami resiko baik lumpuh total ataupun kematian", tambah Luki. 

Menurut Luki untuk resiko kematian, santunannya sebesar 48 dikali penghasilan driver perbulan dan apabila meninggal tanpa kecelakaan total santunannya  sebesar Rp24 juta serta jika mengalami lumpuh total maka santunannya sebesar 56 dikali penghasilan pekerja per bulan. 

"Untuk itu diharapkan  dengan adanya program ini para driver Maxim merasa aman dalam bekerja. Jadi kapanpun dan dimanapun saat dia mengalami resiko kecelakaan kerja BPJS Ketenagakerjaan siap mengcovernya atau menanggung biaya perwatanna", tegas Luki. 

Berbicara mengenai angka,  berdasarkan data base manajemennya, kata Luki  driver Maxim yang sudah terregisrasi atau terdaftar sekitar 100 orang. 


Sementara   Head of Subdivision Maxim Balikpapan  Rezal Bachdar menyatakan bahwa pihaknya sedang  mempersiapkan anggotanya untuk didaftarkan di BPJS Ketenagakerjaan sekitar 300 driver online.   

Rezal Bachdar, menjelaskan, di Balikpapan Maxim sudah  mulai dikenali masyarakat dan menggunakan jasa transportasi online ini. 
Ia menuturkan, pelanggan Maxim di kota minyak lebih banyak menggunakan kendaraan roda dua, selain lebih mudah dan murah, menggunakan motor juga tidak memakan waktu lama.

Selain itu, pelanggan banyak menggunakan Maxim karena tarifnya stabil dan murah sesuai dengan standar KP 348 tanpa potongan.
Maxim juga memiliki kebijakan yang menguntungkan dan memudahkan kedua belah pihak baik pengemudi maupun pelanggan. “Seperti jadwal kerja yang fleksibel untuk pengemudi, harga yang terjangkau serta sistem reservasi order untuk pelanggan,” tuturnya.
Sementara itu, katanya, fitur yang terdapat di aplikasi Maxim sudah sangat membantu pelanggan. Salah satunya yakni fitur “early reservation” yang memudahkan pelanggan memesan kendaraan ketika ingin bepergian dan menjadwalkan perjalanan mereka hingga 5 hari kedepan.
“Jadi sistemnya seperti booking, dan memesan 5 hari dari jadwal perjalanan,” ujarnya. Selain itu ada juga fitur multi destination dan change destination juga membantu  pelanggan merasakan seakan berada didalam kendaraan pribadi dan bisa langsung ganti tujuan, kalau tiba-tiba ganti rencana perjalanan,” lanjutnya. 
“Untuk masalah harga Maxim selalu stabil, walau harga pas lagi tinggi  atau permintaan pelanggan banyak harga tetap stabil,” tambahnya. 
Terkait skema bonus, Rezal mengatakan, driver bisa mendapat fee waktu tunggu ketika pelanggan berangkat melebihi waktu yang sudah ditentukan.
Selain itu para pengemudi juga dapat mendaftarkan lebih dari 1 (satu) kendaraan ke dalam akun mereka. “Semua kemudahan dan keuntungan yang diberikan itu dapat di miliki para pengemudi setelah menjadi bagian dari Maxim,” tegasnya.


Kendati kahdiran Maxim di Balikpapan bebrapa media akhir bulan lalu berbenturan dengan berbagai persoalan. Seperti pada akhir bulan lalu, kantor Maxim di Balikpapan, Kalimantan Timur, diserbu puluhan pengemudi ojek online yang tergabung dalam Persatuan Driver Online Indonesia (PDOI) Kaltim. Seperti diwartakan 
Salah satu media  nasional akhi bulan lalu, bahwa massa  sempat menyegel kantor penyedia solusi transportasi asal Rusia tersebut.
Unjuk rasa tersebut terjadi lantaran tarif Maxim jauh lebih murah sehingga dianggap memengaruhi pendapatan mitra transportasi online lainnya, seperti Gojek dan Grab.
Di tengah keributan tersebut, anehnya, Kementerian Perhubungan RI (Kemenhub) justru mengaku baru mengetahui soal keberadaan Maxim di Indonesia. Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setyadi bahkan mengaku baru mendengar soal Maxim setelah terjadi kericuhan di Kalimantan.
Beberapa kejadian ini tentu menyisakan tanda tanya. Apakah itu berarti operasi Maxim di Indonesia selama ini tak diketahui pemerintah, alias ilegal? Bagaimana sebetulnya perhitungan tarif Maxim yang “meresahkan” kompetitornya, apa saja layanan yang ditawarkan, dan — yang lebih penting — sejak kapan perusahaan ini beroperasi di Indonesia?
Faisal, Ketua PDOI Kaltim mengungkap tarif tranportasi yang ditentukan Maxim jauh lebih murah, sehingga berimbas pada pendapatan mitra transportasi online lainnya.
“Gojek dan Grab itu (tarif minimum per pesanan) Rp9.000, sedangkan Maxim Rp7.000. Tarif (Maxim) harus disamakan dengan dua aplikasi yang sudah ada, yaitu Gojek dan Grab, supaya tidak terjadi gesekan di lapangan,” ungkap Faisal sebagaimana yang dikutip di salah satu media di Balikpapan.
“Kami memang lebih murah daripada kompetitor lain, tetapi kami masih dalam kerangka regulasi,” kata Manajer Pengembangan Maxim, Imam Mutamad, saat mengonfirmasi sejumlah hal terkait keberadaan perusahaan tersebut di Indonesia, “Regulasinya mengatur batas bawah dan batas atas.”
“Ambil contoh di Balikapapan. Mereka protes karena tarif kami yang lebih rendah. Padahal, regulasi dari Kemenhub mengatur soal tarif per kilometer, bukan soal tarif minimum (per pesanan). Jadi, dalam tarif minimum, Gojek, misalnya, menetapkan lebih banyak kilometer (0 – 9 km, Rp1.900/km). Karena itu, (tarif) mereka lebih mahal (daripada kami),” kata Mutamad menjelaskan.
Ia meyakini, ketidakpahaman itulah yang membuat pengojek kompetitor komplain. Begini logikanya: misalnya kompetitor menetapkan Rp9.000 per 4 kilometer; kami tetapkan Rp5.000 per 2 kilometer. Jadi per kilometernya masih sesuai regulasi, tetapi untuk pelanggan, kami berikan skema kilometer yang lebih pendek. Ini cuma soal strategi pemasaran. Nah, sekarang pengedara ojek komplain dan mendesak supaya kami membuat tarif yang sama dengan kompetitor? Bagaimana mungkin? Ini kan pasar bebas!”
Mutamad mengakui, semua mitra Maxim diberikan kewenangan untuk mengatur tarifnya sendiri. Meski begitu, tarif yang ditetapkan mitra-mitra Maxim harus mengacu pada aturan yang ada. “Kami selalu berpedoman, aturan apa yang ada di tempat itu, itulah yang harus menjadi acuan, yang harus diikuti,” paparnya.
Selama setahun pertama beroperasi, Maxim sama sekali tidak mengambil komisi dari pengemudi. Artinya, uang yang diterima dari penumpang sepenuhnya untuk si pengemudi. Namun, itu bukan berarti Maxim selamanya akan menerapkan sistem seperti itu.
“Itu semacam promosi. Begitulah cara kami memenangkan pasar pengemudi dan penumpang. Sekarang, kami menetapkan sepuluh persen dari tiap transaksi untuk Maxim,” kata Mutamad.
Mutamad menekankan bahwa pihaknya melakukan semuanya sesuai regulasi. Ia bahkan mengaku sudah menjelaskan kepada pihak-pihak yang komplain, termasuk kepada masyarakat setempat mengenai kebijakan tarif perusahaannya. “Kami lebih murah karena sistem kilometer ini. Kalau mereka tidak suka, silakan datangi Kemenhub, dan minta mereka ubah regulasinya untuk semua pihak. Kami siap mengikuti, kami menghormati hukum Indonesia,” katanya menegaskan.
Selain di Balikpapan, kontroversi layanan Maxim juga sempat mencuat di Batam. Pada April 2019. Belum lama ini, sebagaimana yang dilaporkan Detik.com, Kemenhub meminta penjelasan Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) selaku pemberi izin aplikator transportasi online Maxim. Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setyadi bahkan belum mengetahui sejak kapan ojek online asal Rusia resmi beroperasi di Indonesia. Detik.com menulis, dalam hal aplikasi transportasi online, perizinan ojek online memang cukup ke Kemenkominfo. Namun dari sisi pengawasan dan operasional transportasinya berada di bawah Kemenhub.
“Karena mereka di Kalimantan Timur sih. Jadi, kita tidak tahu juga. Saya juga baru tahu setelah kemarin ada ribut-ribut di sana antara ojek Maxim dengan ojek pangkalan,” papar Setyadi kepada Detik.com. beberapa hari sebelum berita tersebutdipublikasikan,  Detik.com juga meminta komentar Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi. Kala itu, sang menteri mengaku belum mendapat informasi mendetail mengenai Maxim (dan beberapa aplikator transportasi online dari luar negeri lainnya). Meski begitu, ia mengatakan, pemerintah terbuka dengan adanya pemain baru.

Menanggapi pemberitaan tersebut, pihak Maxim dengan tegas mengatakan bahwa keberadaan mereka sepenuh legal. “Kami bahkan bertemu langsung dengan petinggi kementerian. Kami duduk bersama di Samarinda. Di sana ada kuasa hukum kami dan kami mendiskusikan — dengan perwakilan kami juga (dari Rusia). Saya pikir, itu cuma salah paham,” kata Mutamad dengan optimistis.

Selain skema tarif Maxim, ternyata ada pula fakta yang belum diketahui para pengojek yang komplain. Maxim bukanlah penyedia jasa transportasi, melainkan perusahaan pencipta solusi teknologi transportasi. Perusahaan ini menyediakan layanan informasi dengan mengumpulkan basis data pesanan untuk penyedia jasa transportasi dan memberi mereka akses sesuai hukum yang berlaku.

Jadi, katakanlah, anda memiliki usaha ojek pangkalan (bukan pengendara ojek). Maraknya layanan ojek online saat ini tentu memengaruhi pendapatan “armada” anda. Tak dipungkiri, masyarakat beralih ke layanan aplikasi online karena sistem tersebut memang lebih nyaman dan bisa diandalkan. Meski begitu, anda tentu tak mau pengemudi-pengemudi ojek anda “kabur” dan beralih mengenakan jaket hijau karena itu berarti menghancurkan bisnis anda.

“Kami punya solusi. Kami mau bermitra dengan taksi-taksi konvensional. Kalau selama ini, katakanlah, mereka hanya menunggu pesanan lewat telepon atau menunggu di pangkalan, kami tingkatkan kualitas mereka dengan menggunakan sistem online,” kata Mutamad menjelaskan.

Pengemudi-pengemudi ojek anda tak perlu beralih ke perusahaan ojek online, dan anda tidak “menjual” pengemudi-pengemudi ojek anda kepada Maxim. Mereka tetap bekerja untuk anda; anda tetap jadi juragan ojek. Ibaratnya, anda kini bisa membuat “perusahaan transportasi online” anda sendiri. Maxim tidak menyediakan ojek online, melainkan hanya memberikan lisensi terhadap teknologinya. anda tetap memimpin usaha anda sendiri, tetapi dengan teknologi dan standar layanan Maxim. (naim) 















Tidak ada komentar: